Senin, 20 Februari 2012

KETIKA GURU TAK LAGI MEMPUNYAI WIBAWA
DI HADAPAN SISWA DAN ORANG TUA


Guru adalah sosok pahlawan yang jasanya tiada tara. Mereka adalah pejuang dengan bersenjatakan pena, yang mampu mengubah batu menjadi batu mulia. Perjuangan mereka tulus, bak sinar mentari yang menyinari bumi. Perilakunya dapat ditiru dan perkataanya selalu digugu.
Tapi sayangnya, itu semua hanya tinggal kenangan. Fenomena guru yang mempunyai wibawa dan karisma itu, kini mulai menurun dan sedikit demi sedikit memudar. Hal ini dipengaruhi dengan semakin rendahnya moral peserta didik akibat maraknya infotainment dan interaksi sosial yang semakin negative.
Saat ini guru berada pada fase dilematis. Mereka tidak lagi boleh menggunakan cara tegas untuk mendidik. Dahulu ketika ada murid melanggar peraturan sekolah dan etika moral, mereka dihukum berdiri di depan kelas sambil dijewer telinganya: tidak ada satupun orang tua yang protes. Namun Sekarang ketika ada guru yang menjewer murid karena berkata kotor, maka dengan semangat sang orang tua mengadukan ke kantor polisi dengan dalih guru melakukan penyiksaan atau kekerasan terhadap anak.
Hal ini bukan berarti penulis membenarkan tindakan hukuman jewer/cubit kepada murid. Namun lebih lepada rendahnya kepercayaan orang tua lepada sekolah. Selain itu degradasi moral anak bangsa juga disebabkan bebasnya tayangan infotainment yang menjadi trend setter cara bergaul mereka, maka kini murid tak lagi menghargai gurunya.
Kondisi yang terjadi Sekarang adalah: bahwa murid tak lagi segan untuk berkata kepada gurunya: “Bapak/Ibu ne sekiwit…”, “Aih…. Bapak nih….” Tanpa ada rasa bahwa yang mereka katakan adalah pernyataan yang dapat menyinggung guru. Mayoritas guru pasti sudah pernah mengalami ketika murid permisi mereka mengatakan “Pak/buk saya mau kencing.” Padahal dahulu kata-kata kencing tidak boleh diucapkan di hadapan guru. Sekarang?
Kondisi real yang terjadi sekarang adalah, ketika guru berhasil mendidik anak muridnya menjadi sukses, guru tidak pernah disebut atau diingat sebagai orang yang berjasa. Namun ketika guru melakukan kesalahan dalam bentuk kekerasan dll, dengan sigap orang tua murid melaporkannya ke kantor polisi.
Berikut adalah kisah-kisah nyata tragis yang menimpa pada guru. Kisah ini di kutip dari salah satu majalah Islam:
Kisah 1
”Sebut saja namanya Kahdijah (bukan nama asli), maksud hati ingin memberi defek jera kepada murid yang berkali-kali tidak mengerjakan PR dengan cara menjewer. Tapi, jeweran itu malah membuahkan tuntutan yang tidak mengenakkan. Guru SD tersebut dituntut wali murid untuk membayar ganti rugi sebagai balasannya. Khadijah tentu saja panik. Apalagi ada ancaman dari orangtua murid untuk membeberkan masalah ke media, bahkan akan berlanjut ke kepolisisan. Ibu guru tersebut sempat kelimpungan untuk mendapatkan uang senilai Rp. 5 juta. Namun karena mendapat pembelaan dari rekan seprofesinya, tuntutan itu masih mengambang.”
Kisah 2
”Ibu Siti (bukan nama asli) Guru SD N Depok kelas IV. Ia pernah didatangi wali murid dan dua orang preman bertubuh tinggi besar. Gara-gara tidak menaikkan kelas anak didiknya. Ibi Siti bahkan sempat diancam wali murid akan dilaporkan ke diknas sampai wartawan setempat, jika guru itu tak menaikkan anaknya.kejadian itu bukan hanya sekali, ia sering mendapatkan teror dan ancaman dari preman yang sengaja dibawa oleh orang tua demi kenaikan kelas anaknya. Setelah melaporkan ke kepala sekolah, rupanya wali murid belum juga berhenti untuk menteror sang guru bahkan sang wali murid berani mendatangi sekolah untuk memberikan ancaman. Akhirnya karena tidak tahan dengan ancaman bertubi-tubi dan takut akan andanya efek negatif menimpa guru dan sekolahnya maka dengan terpakasa sang kepala sekolah mengeluarkan keputusan untuk menaikkan sang murid dengan cara naik terbang. Artinya sang murid bisa naik kelas asalkan pindah sekolah. Inilah bentuk ancaman dan teror kepada guru, ini membuktikan guru tak lagi dihargai oleh masyarakat.”
Kedua kisah ini adalah sebagian kisah dari ribuan bahkan mungkin lebih kasus teror dan ancaman kepada guru di Indonesia. Ancaman ini bukan hanya dari orang tua murid saja, namun mereka melibatkan LSM, preman dan bahkan wartawan dan yang lebih parah lagi sampai ke KOMNAS PERLINDUNGAN ANAK.
Lahirnya Komnas Perlindungan Anak di Indonesia memang dirasa bermanfaat; namun di sisi lain Komnas dan UU perlindungan anak dijadikan alasan untuk dapat benar-benar memproteksi anak yang sebenarnya tidak perlu mendapat proteksi berlebihan. Padahal produk pendidikan 10-20 tahun yang lalu, dengan metode pendidikan klasik/tradisional, murid mempunyai tata krama dan sopan santun serta disiplin yang tinggi. Guru mempunyai wibawa yang tinggi sebagai pendidik, namun kondisi saat ini telah berubah 180 %.
Mendidik seorang anak tidak selamanya harus dengan kelembutan. Karena karakter anak didik berbeda satu sama lain. Dalam hal ini ada satu majalah Islam yang memberikan contoh/logika: Dalam memegang burung jika terlalu keras burung itu akan mati, sementara jika terlalu lembut burung tersebut akan terbang. Perlu adanya pengamatan yang jeli terhadap siswa secara akurat dan kapan waktu yang tepat untuk memberaikan hukuman pada anak. Logika lain adalah mendidik anak mirip seperti seorang penggembala bebek/itik, ketika sang itik tidak mau berjalan pada jalan yang sudah diarahkan maka sang penggembala biasanya akan menggunakan kayu untuk mengarahkan sang itik.
Namun ternyata cara tradisional yang biasaya diterpakan beberapa puluh tahun yang lalu membuahkan efek negatif bagi orang tua. Ada beberapa alasan kenapa kepercayaan orang tua terhadap guru di sekolah menurun drastis kepada guru atau sekolah.
1. Wali Murid Terlalu Over Protektif Kepada Anak
Ada dua tipe orang tua dalam memberikan kepercayaan anak murid kepada guru/sekolah. Tipe pertama adalah orang tua yang mempercayakan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada sekolah. Tipe orang tua ini mendukung apapun yang dilakukan guru atau sekolah agar anakanya berhasil. Meskipun anaknya mendapatkan hukuman dari guru, mereka tetap mendukung dan tidak menaruh curiga kepada guru maupuan sekolah. Tipe yang kedua adalah tipe orang tua yang terlalu over proteksi kepada anaknya. Mereka selalu memantau perkembangan anaknya disekolah dan bahkan sampai detail yang dilakukan guru terhadap anaknya dipantau dari rumah. Tipe ini tidak akan segan-segan memprotes dan memarahi guru ketika guru tidak berhasil mendidik putra-putrinya. Dan ketika sang anak melaporkan bahwa ia mendapat hukuman dari guru karena murni kesalahan murid, maka ia akan serta merta melabrak guru yang bersangkutan bahkan berani membawanya ke meja hijau. Tipe orang tua yang ketiga adalah yang menempatkan diri di antara kedua tipe orang tua di atas.
Tipe orang tua yang terlalu protektif ini di satu sisi dapat memberikan kontrol kepada guru. Namun di sisi lain akan berdampak atau berkesan terlalu mencampuri urusan dan metode sekolah dalam mendidik anaknya. Bahkan ada pendapat bahwa orang tua yang seperti ini akan lebih baik apabila memberikan pendidikan pada anaknya dengan cara HOME SCHOOLING, suatu program pendidikan yang mendidik anaknya di rumah dengan cara mengundang guru pilihan untuk mengajar di rumahnya. Home Schooling selain dapat menghindarkan dari hukuman guru juga dapat menghindarkan pengaruh negatif dari teman-teman yang bisa di dapat di sekolah umum.
2. Kurangnya Pemahaman sebagaian Guru terhadap Metode Pengajaran dan Pendidikan
Ada sebagian guru yang belum dapat memahami jiwa dan psikologis anak. Sehingga ketika anak melanggar peraturan maka ia tidak dapat mengontrol emosinya. Hal ini dipenguruhi karena banyak guru yang sebenarnya bukan berasal dari Sarjana Pendidikan, banyak sekali guru-guru lulusan pertanian, perikanan, teknik, ilmu terapan, dan ilmu-ilmu lain, yang sebenarnya tidak memahami konteks pembelajaran terpakasa harus bekerja sebagai GURU karena tidak ada lapangan pekerjaan yang menampungnya.
Secara jujur di Jambi saja, data yang diperoleh dari dari penelitian LPMP bahwa selama tahun 2004 di dapatkan hanya ada 30 % saja guru yang layak mengajar. Lalu kemanakah guru yang 70 % nya lagi?
Fakta lain terungkap dalam tulisan Bagus Mustakim; ia mengatakan bahwa guru di Indonesia saat ini mempunyai kulaitas mengajar yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kesulitan guru dalam mengakses kemajuan, kebijakan, program, dan media pendidikan terkini. Atau disebabakan karena rendahnya kemauan dan tekad dari guru untuk selalu mengakses kemajuan-kemajuan pendidikan terkini.
3. Adanya blow up dari Infotainment dan berita tentang kasus-kasus di sekolah
Kebebasan pers dalam memberikan informasi dan fakta kepada masyarakat terkadang justru membahayakan posisi guru dan sekolah. Tidak adanya sensor tentang pemberitaan negatif tentang dunia pendidikan dan guru sangat berpengaruh pada kepercyaan wali murid kepada sekolah. Sehingga berita yang diserap langsung dioleh mentah-mentah tanpa memperhatikan fakta dan kondisi di balik berita tersebut.
4. Penafsiran salah terhadap lahirnya Komnas Perlindungan Anak
Ada sebagian orang tua yang salah mengartikan lahirnya komisi nasional perlindungan anank yang saat ini diketuai oleh Kak Seto Mulyadi. Mereka menganggap bahwa anak tidak boleh mendapat tindakan kekerasan oleh siapapun termasuk guru di sekolah, meskipun untuk membuat efek jera kepada murid yang melanggar aturan.
Dengan demikian, saat ini guru telah sedikit demi sedikit kehilangan wibawa dan martabatnya di mata siswa dan mali murid. Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka penderitaan guru semakin memuncak. Sudahlah gaji kecil, selalu mendapat protes dari wali murid, sering mendapat ancaman dan bahkan nantinya mungkin akan banyak guru yang dipenjara gara-gara rasa cintanya pada murid itu sendiri. Harus ada langkah yang dan gebrakan baru untuk mengembalikan citra, wibawa dan martabat guru, langkah yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada guru untuk memberikan pembelaan apabila guru mendapat ancaman atau tuntutan di kepolisan atau di komnas perlindungan anak. Jika perlu harus dilahirkan KOMNAS PERLINDUNGAN TERHADAPAP GURU.
2. Adakan pembicaraan dan pemahaman kepada wali murid, bahwa ketika mereka mempercayakan anaknya untuk disekolahkan di sekolah tertentu maka hendaknya wali murid mempercayakan sistem dan aturan sekolah. Ketika terjadi benturan maka metode terbaik adalah diselesaikan secara damai dan kekelauargaan, tidak perlu melaporkan ke kepolisian atau komas perlindungan anak.
3. Hendaknya para guru untuk dapat lebih meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, mengembangkan diri dan selalu ingin belajar kepada siapapun. Guru hendaknya tidak segan dan tidak malu untuk mengakui kekurangannya dan tidak malu untuk bertanya kepada yang lebih tahu.
Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pencerahan kepada guru, siswa dan wali murid akan pentingnya wibawa seorang guru. Jika guru tidak lagi menjadi tauladan dan panutan dari murid, maka saat ini siapa lagi yang bisa memberikan itu semua. Kita tentunya merindukan masa-masa ketika guru benar benar di GUGU dan DITURU.

ADAB DALAM BERTAMU DAN MENERIMA TAMU

Lampiran Materi Pendidikan agama Islam
Adab Bertamu dan Menerima Tamu
A.    Pengertian Adab Bertamu dan Menerima Tamu
Adab merupakan cara dalam melakukan sesuatu yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat. Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Dengan demikian, adab bertamu dapat diartikan sebagai cara berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silaturrahmi sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat.
Adab menerima tamu ialah tata cara seseorang memperlakukan tamu yang berkunjung ke rumahnya sesuai aturan yang berlaku di masyarakat. Aturan tersebut lebih mengarah pada nilai kesopanan, akhlak atau kebaikan budi pekerti. Dalam rangka berinteraksi sosial dan bersilaturrahmi, setiap orang akan saling mengunjungi, bertamu dan menerima tamu.
B.     Tata cara/Adab Bertamu
Tata cara bertamu adalah sebagai berikut :
a.       Niat bertamu dengan ikhlas dan bertamu tidak dalam urusan maksiat atau jahat
b.      Mengetahui waktu yang tepat untuk berkunjung
c.       Hendaknya memberi tahu sebelumnya bahwa kita akan berkunjung
d.      Memperhatikan keperluan atau keadaan orang yang akan menerima tamu
e.       Pada saat bertamu hendaknya berpakaian rapi, bersih dan disesuaikan dengan keperluan dan keadaan
f.       Seorang laki-laki tidak boleh masuk ke dalam rumah seorang wanita yang suaminya tidak ada di rumah, kecuali bila ada orang dewasa lain di rumah itu dan sekedar keperluan
g.      Ketika hendak bertamu, sebelum memasuki rumah seseorang hendaknya mengetuk pintu tiga kali dan meminta izin terlebih dahulu dengan mengucapkan salam. Apabila tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, baru memasuki rumahnya dengan sopan. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam surah an-Nur ayat 27 yang berbunyi :






“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”
h.      Sebagai tamu, apabila tidak mendapati tuan rumah atau merasa tidak diterima oleh tuan rumah karena satu dan lain hal, tinggalkanlah rumah itu dengan segera. Lalu jangan pulan sampai memperlihatkan kekecewaan terhadap perlakuan tuan rumah tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. Dalam surah an-Nur ayat 28 yang berbunyi :







Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
i.        Berbicara dengan bahasa yang sopan dan santun serta menyenangkan tuan rumah
j.        Menghormati aturan-aturan yanng di tentuakan oleh tuan rumah dan mematuhinya. Apabila sudah diterima dengan baik, janganlah berbuat seenaknya di rumah orang meskipun sudah dikatakan oleh tuan rumah untuk menganggap rumahnya seperti milik sendiri.
k.      Menjadi tamu di rumah teman dekat pun harus tetap menjaga kesopanan. Jangan sampai mata melihat-lihat semua benda yang ada di rumah itu kecuali benar-benar dipersilahkan oleh tuan rumah.
l.        Jika dihidangkan makanan dan minuman maka cicipilah makanan dan minuman tersebut setelah dipersilahkan oleh tuan rumah untuk mencicipinya. Seandainya makanan dan minuman itu tidak sesuai dengan selera maka jangan tampakkan perasaan tidak suka. Untuk itu, cicipi sekedarnya saja.
m.    Tidak berlama-lama dalam bertmu dan jangan sampai membuat tuan rumah menjadi jemu dan jenuh. Kalau dirasa sudah cukup bertamunya, hendaknya berpamitan untuk pulang. Tak lupa pula untuk menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya atas sambutan pemilik rumah dengan harapan lain waktu bisa berbalas tamu di lain waktu.
Kewajiban bagi tamu adalah sebagai berikut :
a.       Tidak mempermasalahkan segala makanan yang telah dihidangkan oleh tuan rumah. Harus disadari bahwa selera setiap orang berlainan. Selayaknya, makanan yang telah dihidangkan itu dinikmati secukupnya sesuai dengan etika.
b.      Sebaiknya tidak menginap lebih dari 3 hari. Hal itu merupakan sikap yang bijaksana karena tidak akan menimbulkan kesulitan bagi tuan rumah.
c.       Apabila karena sesuatu hal sehingga tamu harus menginap lebih dari tiga hari, hendaklah ia meminta izin kepada tuan rumah terlebih dahulu.
C.    Tata cara/Adab Menerima Tamu
a.       Menyambut tamu dengan ikhlas dan wajah penuh keramahan
b.      Tidak membeda-bedakan sikap terhadap tamu yang hadir ke rumah kita
c.       Tidak membeda-bedakan tamu dari status sosialnya
d.      Memberikan jamuan terhadap tamu sesuai kemampuan
e.       Menemui tamu dengan wajah ceria, sikap antusias, serta sopan santun terhadap tamu
f.       Berusha agar tamu senantiasa gembira dan senang berada di rumah kita
g.      Jika tamu berpamitan akakn pulang, antarlah atau iringilah tamu sampai ke pintu rumah (pagar) karena hal ini termasuk sunnah.
D.    Hikmah Adab Bertamu dan Menerima Tamu
a.       Hikmah adab bertamu
a)      Diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya
b)      Menambah erat ukhuwah Islamiyah dan dapat menghapus dosa selama belum berpisah
c)      Menjaga hak-hak pemilik rumah
b.      Hikmah adab menerima tamu

Adab dalam Perjalanan

Adab dalam Perjalanan
1. Tata Krama di Jalan Raya
clip_image002
Qs An nisa – 4 :59 artinya hai orang orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah rasulnya dan ulil amri di antara kamu . kemudian jika kamu berlainan perndapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul , jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian , yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya”
Mengacu kepada ayat Al – Qur’an tersebut setiap muslim/muslimah hendaknya menaati ajaran ajaran Allah swt dan rasulnya (ajaran islam ) dan undang-undang serta peraturan pemerintah dimana pun dia berada misalkan ketika berada dalam perjalanan
Seseorang dianggap bertata krama dalam perjalanan , apabila tatkala ia menggunakan jalan umum atau jalan raya, ia menaati undang undang dan peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan pemerintah . misalnya
A. Pejalan kaki hendaknya
- Berjalan disebelah kiri jalan atau kalau ada trotoarnya diharuskan berjalan di trotoar
- Haru menaati lampu merah walaupun saat terburu buru
- Menyeberang di jembatan penyeberangan atau di zebra cross
- Menjaga sopan santun dan tidak melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban umum

B. Pengemudi kendaraan bermotor hendaknya
- Memperhatikan dan menaati rambu rambu lalu lintas
- Melengkapi kelengkapan kendaraan seperti SIM , STNK dan helom (bagi pengendara motor)
- Mengemudi dalam batas kecepatan yang sesuai dengan keadaan jalan raya . misalkan saaat padat kendaraan tidak mengemudi di atas 25 km/jam
- Tidak membuang sampah sembarangan
- Tidak menggunakan HP ketika sedang dalam mengendarai motor atau mobil

C. Pejalan kaki dan Pengemudi kendaraan bermotor hendaknya
- Menjauhkan diri dari makan yang terlalu kenyang, memakai perhiasan yang berlebihan dan bermewah-mewah dalam makanan dan kendaraan.
- Berbuatlah yang baik (halus) kepada setiap orang bahkan kepada pengemis sekalipun. Hendaknya menjauhkan diri dari permusuhan, pertengkaran, berlaku kasar dan berdesak-desakan dengan orang lain dalam perjalanan.
- Menjaga lisannya dari mencela, membicarakan kejelekan orang, mencela binatang dan semua perkataan yang jelek.
Hendaklah selalu ingat akan sabda rosululloh SAW:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Barangsiapa melaksanakan haji tanpa berkata kotor dan tidak melakukan tindakan kefasikan, maka ia kembali seperti saat dilahirkan oleh ibunya.
- Sebaiknya melakukan perjalanan berkelompok untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan memang disunnahkan untuk tidak menyendiri dalam perjalanan.
- Apabila berjalan dalam kelompok tiga orang atau lebih, maka pilihlah salah seorang untuk menjadi pemimpin. Pilihlah orang yang paling baik dan yang paling luas pandangannya (pengalamannya).
- Jangan membawa anjing atau lonceng dalam perjalanan karena Malaikat tidak akan menemani rombongan yang didalamnya terdapat anjing atau lonceng. Apabila salah seorang dari anggota rombongan membawa anjing atau lonceng dan kita tidak mampu mencegahnya, maka ucapkan do’a ini:
   اَللّهُمَّ اِنِّى أَبْرَأُ اِلَيْكَ مِمَّا فَعَلَهُ هَؤُلآءِ فَلاَ تَحْرِمْنِى ثَمَرَةَ صُحْبَةِمَلَكٍ
Ya Allah sesungguhnya aku membebaskan diri kepada Mu dari perbuatan mereka, maka janganlah Engkau mengharamkanku dari ditemani malaikat
2. Tata Krama Bagi Para Penumpang Kendaraan Umum
Bagi para penumpang kendaraan umum seperti bis dan kereta api hendaknya memperhatikan dan melaksanakan tata krama , antara lain :
- Bermanis muka dan bertutur kata baik , terhadapa para penumpang lainnya
- Seorang penumpang kendaraan umum hendaknya hormat kepada penumpang yang lebih tua , dan sayang kepada penumpang lain yang lebih muda
- Jika diperlukan sesame penumpang hendaknya saling tolong menolong dalam kebaikan
- Jangan melakukan perbuatan yang mengganggu dan merugikan penumpang lain
Do’a-do’a dalam Perjalanan
Selama dalam perjalanan disunnahkan membaca takbir apabila menjumpai tanjakan dan membaca tasbih apabila menuruni turunan tetapi makruh mengeraskan bacaan tersebut.
Apabila memasuki desa atau kota disunnahkan membaca do’a:
اَللّهُمَّ اِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ اَهْلِهَا وَخَيْرَمَا فِيْهَا،وَاَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ اَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan desa ini, kebaikan penduduknya dan apa yang ada di dalamnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan desa ini, kejelekan penduduknya dan apa yang ada di dalamnya.
Apabila singgah disuatu tempat, sunnah membaca do’a:
اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan makhluk-Nya.
Apabila kamalaman dalam perjalanan bacalah do’a:
يآاَرْضُ رَبِّي وَرَبُّكِ اللهُ ، اَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّمَا فِيْكِ وَشَرِّمَاخَلَقَ فِيْكِ وَشَرِّمَا يَدُبُّ عَلَيْكِ.اَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ اَسَدٍ وَاَسْوَدَ، وَالْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ وَمِنْ سَاكِنَ الْبَلَدِ وَمِنْ وَالِدٍ وَمَاوَلَدَ
Hei bumi Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kejelekanmu dan kejelekan barang yang ada didalammu dan kejelekan makhluq didalammu dan yang melata diatasmu. Aku berlindung kepada Allah dari harimau dan seseorang, dari ular, kalajengking, jin, iblis dan syetan.
Do’a jika merasa takut akan sesuatu (orang atau lainnya)
اَللّهُمَّ اِنَّانَجْعَلُكَ فِيْ نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ
Disunnahkan pula memperbanyak membaca do’a tertimpa kesusahan pada waktu ketakutan dan disetiap kesempatan.
لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ الْعَظِيْمُ الَحَلِيْمُ، لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ
Tiada Tuhan melainkan Allah yang maha agung lagi maha pemurah, Tiada Tuhan melainkan Allah yang merajai ‘Arasy yang agung, Tiada tuhan melainkan Allah yang merajai langit, bumi dan ‘Arasy yang mulya.
Atau membaca
يآحَيُّ يآ قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ
Ya Allah yang Hidup dan Maha Kuasa, aku memohon pertolongan dengan kasih sayang-Mu
Kalau mengendarai kapal maka bacalah do’a:
بِسْمِ اللهِ مَجْريهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُوْرٌرَحِيْمٌ
Dengan menyebut nama Allah diwaktu berlayar dan berlabuh, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Memperbanyak memanjatkan do’a urusan dunia akherat untuk diri sendiri, kedua orang tuanya, orang-orang yang dicintainya, para pemimpin muslimin dan seluruh muslimin muslimat.
Hal ini sangat baik karena do’a musafir adalah salah satu dari do’a-do’a yang mustajabah seperti dalam hadits riwayat Abu Hurairoh.
ثَلاَثَةُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَشَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَعَلَى وَلَدِهِ
Tiga macam do’a yang tidak diragukan terkabulnya yaitu: do’a orang yang di dholimi, do’a musafir dan do’a orang tua atas anaknya
Do’a naik kendaraan
Setelah keluar rumah dan bersiap akan naik kendaraan maka bacalah :
بِسْمِ اللهِ dan kalau sudah duduk diatas kendaraan baca doa’ :
اَلْحَمْدُ لِلّهِ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، الْحَمْدُ لِلهِ الْحَمْدُ لِلهِ الْحَمْدُ لِلهِ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Segala puji bagi Allah (3 kali), Allah Maha Besar (3 kali), Maha Suci Engkau ya Allah. Sesungguhnya aku telah mendzalimi diriku sendiri maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau.”
اَللّهُمَّ إِنَّانَسْأَلُكَ فِيْ سَفَرِنَا هَذَاالْبِرَّوَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَاتُحِبُّ وَتَرْضَى، اَللّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا، وَاطْوِعَنَّابُعْدَهُ. اَللّهُمََّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِيْ السَّفَرِوَالْخَلِيْفَةُ فِيْ الأَهْلِ وَالْمَالِ. اَللّهُمَّ إِنَّانَعُوْذُبِكَ مِنْ وَعْثَاءِالسَّفَرِوَكَآبَةِالْمُنْقَلَبِ وَسُوْءِالْمَنْظَرِفِيْ الأهْلِ وَالْمَالِ وَالْوَلَدِ
Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang Engkau sukai dan Engkau ridhoi. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga dan harta (ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu darikelelahan dalam bepergian, tempat kembali yang menyedihkan dan pemandangan yang jelek dalam keluarga, harta dan anak.
Atau bisa juga
" Bismillaahi majreha wamursaahaa inna rabbii laghafuururrahiim "
Artinya :
" Dengan Asma Allah, berhenti dan berjalannya kendaraan ini, se-sungguhnya Rabbku Maha Pe-ngampun dan Penyayang "

Daftar Pusaka
- Syamsuri , 2007 ,Pendidiakan Agama Islam untuk SMA kelas X ,Penerbit Erlangga , Jakarta
- Da’ud , Ma’mur , 1983 , Terjemah Hadis Shahih Muslim Jilid I , Widjaya , Jakarta

salat tasbih


Shalat Tasbih

Cara Pengerjaan

Shalat tasbih dilakukan 4 raka'at (jika dikerjakan siang maka 4 raka'at dengan sekali salam, jika malam 4 raka'at dengan dua salam ) sebagaimana shalat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat berikut:
No.
Waktu
Jml. Tasbih
1
Setelah pembacaan surat al fatihah dan surat pendek saat berdiri
15 kali
2
Setelah tasbih ruku' (Subhana rabiyyal adzim...)
10 Kali
3
Setelah I'tidal
10 Kali
4
Setelah tasbih sujud pertama (Subhana rabiyyal a'la...)
10 Kali
5
Setelah duduk diantara dua sujud
10 Kali
6
Setelah tasbih sujud kedua (Subhana rabiyyal a'la...)
10 Kali
7
Setelah duduk istirahat sebelum berdiri (atau sebelum salam tergantung pada raka'at keberapa)
10 Kali

Jumlah total satu raka'at
75

Jumlah total empat raka'at
4 X 75 = 300 kali


Dasar Hukum
Kesunahan sholat tasbih berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shohihnya dan Imam al-Thabrani. Hadits tersebut diriwayatkan dari berbagai jalur yang banyak dan juga diriwayatkan dari sekelompok shahabat sebagaimana keterangan yang telah diuraikan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani. Di antaranya adalah hadits yang bersumber dari Ikrimah bin Abbas RA, dimana Rasulullah SAW bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib: "Seandainya engkau mampu untuk mengerjakannya (sholat tasbih) sehari satu kali, maka kerjakanlah, apabila engkau tidak mampu, maka kerjakanlah tiap jum'at (satu minggu sekali), apabila engkau tidak mampu, maka kerjakanlah satu kali dalam setahun, dan seandainya hal itu tidak mampu, maka kerjakanlah sekali dalam umurmu." Hadis ini telah dishohihkan oleh sekelompok Huffadz (pakar ahli hadits).
Imam Nawawi mengatakan bahwa sekelompok imam dari Madzhab Syafi'i telah menjelaskan tentang kesunahan sholat tasbih, diantara mereka adalah al-Imam al-Baghawi, al-Ruyani yang menukil dari Ibnu al-Mubarak bahwa sholat tasbih merupakan sesuatu yang disenangi dan disunnahkan untuk dibiasakan dan dikerjakan pada tiap-tiap waktu dan al-Hafidz al-Mundziri yang telah menguraikan hadits-hadits yang banyak mengenai kesunahan sholat tasbih dari berbagai jalur, dimana sebagian dari hadits-hadits itu adalah shohih dan sebagian yang lain terjadi perselisihan dikalangan para ulama ahli hadits.

Tata Cara Sholat Tasbih
Sholat tasbih adalah sholat sunah empat rakaat yang dikerjakan dengan satu atau dua kali salam. Seandainya dikerjakan pada malam hari, maka yang lebih baik dikerjakan dengan dua kali salam dan seandainya dikerjakan siang hari, maka yang lebih baik dikerjakan dengan satu kali salam, baik dikerjakan dengan satu kali tasyahud atau dua kali tasyahud seperti halnya mengerjakan sholat dhuhur. Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Kalim al-Thayib wa al-Amal al-Shalih menjelaskan tentang kaifiyah sholat tasbih, bahwasanya sholat tasbih adalah sholat empat rakaat, setelah membaca Fatihah pada rakaat pertama membaca surat al-Takatsur, pada rakaat kedua membaca surat al-'Ashr, rakaat ketiga membaca surat al-Kafirun, kemudian pada rakaat keempat membaca surat al-Ikhlash. Setelah membaca surat, membaca "Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallah wa Allahu Akbar" sebanyak lima belas kali ketika berdiri, kemudian ketika rukuk, i'tidal, dua sujud, duduk diantara dua sujud dan tasyahud masing-masing membaca sepuluh kali tasbih. Dengan begitu jumlah setiap rakaat ada 75 tasbih, sedangkan total keseluruhan menjadi 300 tasbih. Akan lebih baik jika dalam membaca tasbih ditambah dengan kalimat: "Wa Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billahil 'Aliyil 'Adhim". Pembacaan tasbih pada rukuk, i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud dan tasyahud dibaca setelah membaca dzikir-dzikir yang disunnahkan pada tempat-tempat tersebut. Kemudian ketika bangun dari sujud disunnahkan untuk takbir dan ketika berdiri tidak disunnahkan untuk membaca takbir.
Seandainya seseorang lupa membaca tasbih ketika rukuk, kemudian ia ingat pada waktu i'tidal, maka ia tidak boleh kembali melakukan rukuk untuk membaca tasbih dan juga tidak boleh membaca tasbih yang terlupakan tadi pada waktu i'tidal karena i'tidal merupakan rukun yang pendek, akan tetapi tasbih yang terlupakan tadi dibaca ketika sujud.
Al-Imam Ibnu Hajar pernah ditanya seputar sholat tasbih; "Apakah sholat tasbih termasuk dalam kategori sholat sunnah muthlaq, atau termasuk sholat sunnah yang dibatasi oleh hari, jum'at (mingguan), bulan, tahun atau usia?, seandainya engkau mengatakan bahwa sholat tasbih merupakan sholat sunnah yang dibatasi dengan waktu, apakah mengqadlainya disunnahkan dan apakah melakukannya berulang kali dalam sehari semalam tidak disunnahkan? Seandainya engkau mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sholat sunnah muthlaq, apakah mengqadlainya tidak disunnahkan dan mengerjakan berulang kali sehari semalam disunnahkan?. Lalu apakah tasbih yang dibaca pada sholat tasbih merupakan hal yang fardlu, sunnah ab'adl atau sunnah haiat?" Maka beliau menjawab: "Sebagaimana keterangan yang telah dijelaskan oleh para ulama bahwa sholat tasbih merupakan sholat sunnah muthlaq. Oleh karena itu haram dikerjakan pada waktu-waktu karahah. Letak kesunahan muthlaq sholat tasbih adalah karena sholat tersebut tidak dibatasi oleh waktu dan sebab, demikian juga tentang kesunnahannya dapat dilakukan kapan saja baik siang maupun malam selain pada waktu karahah. Karena sholat tasbih merupakan sholat sunnah muthlaq, maka tidak disunnahkan untuk diqadlai dan disunnahkan untuk dikerjakan berulang kali dalam satu waktu. Sedangkan tasbih-tasbih yang dibaca dalam sholat tasbih merupakan sunnah haiat seperti halnya takbir-takbir pada sholat Id, bahkan lebih utama. Maka dari itu, ketika meninggalkan tasbih-tasbih tersebut tidak diganti dengan sujud syahwi. Seandainya seseorang berniat mengerjakan sholat tasbih akan tetapi tidak membaca tasbih, maka sholatnya tetap sah, dengan syarat tidak terlalu lama ketika i'tidal, duduk antara dua sujud dan duduk istirahat. Karena menurut pendapat yang ashah bahwa memanjangkan duduk istirahat dapat membatalkan sholat sebagaimana yang telah aku uraiakan dalam Syarah al-Ubab dan kitab yang lain. Kemudian sholat yang dikerjakan oleh orang tersebut menjadi sholat sunnah muthlaq bukan sholat tasbih."

Fadlilah Sholat Tasbih
Keutamaan sholat tasbih sebagaimana keterangan dalam berbagai hadits adalah dapat menghapus dosa-dosa, baik yang awal maupun yang akhir, dosa-dosa yang telah lampau maupun yang baru, baik yang disengaja maupun yang tidak dan juga yang tampak maupun yang tersembunyi. Dan perlu diketahui bahwa dosa-dosa yang dihapus karena mengerjakan sholat tasbih adalah dosa-dosa kecil karena dosa-dosa besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat yang sungguh-sungguh. Wallahu A'lam  

Shalat Tasbih, Bid’ahkah Hukumnya?

Assalamu’alaikum Wwb….
Sehubungan dengan rencana kami untuk melakukan Sholat Tasbih ada beberapa hal yang menjadi ganjalan dan perbedaan pendapat antara lain:
  1. Benarkah shalat Tasbih tersebut tidak ada hadistnya?
  2. Dan apa manfaatnya jika kita menjalankan shalat Tasbih tersebut? Benarkah shalat Tasbih tersebut dapat menghapus dosa-dosa kita?
  3. Jika memang shalat Tasbih tersebut boleh dijalankan, apa perbedaannya jika dilakukan malam hari dan siang hari?
  4. Bolehkah shalat Tasbih tersebut dilakukan berjama’ah?
Demikian terima kasih atas perhatian yang Pak Ustad berikan.
Wabillahitaufiq walhidayah Wassalamu’alaikum Wwb….
LF

Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Hukum Shalat Tasbih
Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum sholat tasbih. Sebagian mengangap hukumnya mustahab, sebagian mengatakan kebolehannya dan sebagian lainnya mengatakan tidak disunnahkan sama sekali.
Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan mereka dalam hal kedudukan hadis yang menjadi pensyariatan ibadah sholat tersebut.
1. Hukum Sholat tashbih: Mustahab (Sunnah).
Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha dari kalangan mazhab As-Syafi’iyyah.Yang menjadi landasan adalah sabda Rasulullah SAW kepada paman beliau Abbas bin Abdul Muthalib yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
Dari Ikrimah bin Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Al-Abbas bin Abdul Muttalib, “Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Alloh akan mengampuni dosamu, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh sifat adalah: Engkau melaksankan sholat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka ucapkanlah: Subhanalloh Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilalloh Wallohu Akbar 15 kali, Kemudian ruku’lah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah saru kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.” (HR Abu Daud 2/67-68, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaemah, dalam Shahihnya dan At-Thabarani.)
Mereka berpendapat bahwa hadits tersebut meskipun merupakan riwayat dari Abdul Aziz, ada sejumlah ulama yang menerima kekuatan sanad atas hadits ini.
  • An-Nasaiy berkata: La ba’sa bihi (tidak apa-apa).
  • Az-Zarkasyi berpendapat: “Hadis ini shahih dan bukan dhaif”.
  • Ibnu As-Shalah: “Hadis iniadalah hasan”.
  • Dan sejumlah ahli hadits telah menshahihkan hadits ini, di antaranya Al-Hafizh Abu Bakar Al-Ajiri, Abu Muhammad Abdurrahim Al-Mashri, Al-Hafizh Abul Hasan Al-Maqdisi rahimahullah.
  • Ibnul Mubarak berkata, “Shalat tasbih ini muraghghab (dianjurkan) untuk dikerjakan, mustahab (disukai) untuk dikerjakan berulang-ulang setiap waktu dan tidak dilupakan.”
  • Al-Hafizh menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat jalur yang banyak dan dari sekumpulan jamaah dari kalangan shahabat. Salah satunya hadits Ikrimah ini.
Lihat Fiqhus Sunnah oleh As-Sayyid Sabiq jilid 1 halaman 179.
2. Hukum Shalat Tasbih: Jaiz (boleh tapi tidak disunnahkan)
Tidak apa-apa untuk dilaksanakan. Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha Hanbilah. Mereka berkata: “Tidak ada hadits yang tsabit (kuat) dan sholat tersebut termasuk fadhoilul a’maal (amal yang utama), maka cukup berlandaskan hadis dhaif.
Oleh karena itu Ibnu Qudamah berkata: “Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak mengapa, karena sholat nawafil dan fadhoilul a’maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadis shahih.” (Al-Mughny 2/123)
3. Hukum Shalat Tasbih: Tidak Disyariatkan
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: “Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan sholat tasbih karena hadisnya dhaif, dan adanya perubahan susunan sholat dalam sholat tasbih yang berbeda dengan sholat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadis yang menjelaskannya. Dan hadis yang menjelaskan sholat tasbih tidak kuat”.
Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut.
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan shalat tasbih termasuk maudhu`/palsu.
Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga shalat tasbih berbeda gerakannya dengan shalat-shalat yang lain.
Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal shalat tasbih ini kecuali dalam kitab Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa beliau berpendapat tidak ada hadits shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang shalat tasbih ini.
B. Manfaat Shalat Tasbih
Kalau menurut para ulama yang menshaihkan hadits di atas, nyata disebutkan bahwa Allah akan mengampuni dosa, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.
Sedangkan buat para ulama yang tidak menerima hadits ini, tentu saja shalat tasbih buat mereka tidak ada manfaatnya. Karena itu mereka tidak mengerjakannya.
C. Waktu Pelaksanaan
Kalau kita perhatikan hadits yang dianggap shahih oleh sebagian ulama di atas, kita tidak menemukan keterangan lebih lanjut bahwa shalat ini harus dikerjakan pada siang atau malam hari.
Namun biasanya dilakukan malam hari, karena pertimbangan waktunya lebih luas, di luar waktu untuk aktifitas bekerja, serta shalat malam hari itu dikerjakan dengan jahriyah (suara terdengar)
D. Bolehkah Dilakukan Secara Berjamaah?
Tidak ada keterangan atau nash yang shahih tentang larangan untuk melakukannya secara berjamaah. Sebagian ulama memandang masalah shalat yang tidak disunnahkan dengan berjaamaah, seandainya tetap dikerjakan dengan berjamaah, bukan berarti terlarang. Kecuali hanya tidak mendapatkan pahala berjamaah.
Seperti yang terjadi pada kasus shalat Dhuha’, yang memang tidak diformat untuk berjamaah. Namun bila tetap dikerjakan juga dengan berjamaah, hukumnya tidak terlarang. Kecuali tidak ada pahala berjamaah.
Namun khusus buat shalat ini, sepanjang yang kami ketahui tidak ada nash sharih dan shahih tentang larangan untuk melakukannya dengan berjamaah. Wallahu a’lam, barangkali ada ulama lain yang punya penjelasan lebih lanjut dan kuat sanadnya.
Kesimpulan:
Dengan demikian kita tahu bahwa hukum shalat tasbih ini memang menjadi bahan khilaf di kalangan para ulama fiqih. Tentu masing-masing ulama datang dengan hujjah dan argumentasi yang mereka anggap paling kuat.
Karena itu kita sebagai umat Islam yang awam bahkan berstatus muqallid, boleh menggunakan pendapat yang mana saja, tanpa harus menjelekkan pendapat yang bukan pilihan kita.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Cetak
E-mail

Ditulis oleh Ulin Niam Masruri   
Kita sering mendengar yang namanya sholat tasbih, sebagian besar umat Islam sering melakukannya, karena merupakan salah satu sholat sunnah yang mana bisa dilakukan pada malam hari. maupun pada siang hari. Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin mengatakan “Sholat tasbih ini adalah merupakan sholat yang pernah dilakukan oleh Rosululloh Saw, makanya kalau bisa alangkah baiknya bagi orang Islam untuk melakukannya minimal dalam seminggu sekali atau kalau tidak mampu mungkin dalam sebulan cukup sekali”. 
Adapun tendensi hadis yang digunakan oleh ulama’ yang mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sunnah berupa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab sholat bab sholat tasbih, Imam Turmuzi, Ibnu Majjah dalam kitab Iqoomah Assholah bab sholat tasbih, Ibnu Khuzaimah, Imam Baihaqi dalam bab sholat tasbih, Imam Thobroni dalam Mu’jam Alkabir dari Ibnu Abbas dan Abu Rofi’ bahwa dalam syarah hadis, Nabi telah menjelaskan kepada pamannya Abbas Bin Abdul Mutholib suatu amalan yang mana kalau dikerjakan oleh beliau dapat menyebabkan diampuni dosannya baik yang akan datang maupun yang telah lewat, salah satu amalan tersebut adalah sholat tasbih.

Adapun pakar hadis dalam menganalisa hadis ini melalui jalur sanad maupun matan terjadi perbedaan, diantara ulama’ ada yang mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih, ada lagi yang mengatakan bahwa hadis ini adalah lemah, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa hadis ini sampai kederajad maudlu’.

a. Di antara pakar hadis yang mengatakan bahwa hadis ini shohih adalah Imam Muslim, Ibnu Khuzaimah, Imam Hakim, Ibnu Sholah, Alkhotib Albaghdadi, Al Munzhiri, Imam Suyuti, Abu Musa Almadini, Abu Said Al Sam’ani, Imam Nawawi, Abu Hasan Almaqdasi, Imam Subuki, Ibnu Hajar Al Asqolany, Ibnu Hajar Al Haitamy, Syekh Albani, Syekh Syuab Al Arnauth, Ahmad Syakir dan masih banyak lagi ulama’ yang lain.

Imam Hakim mengatakan bahwa yang menjadikan standar hadis tentang sholat tasbih shohih adalah terbiasa dikerjakan mulai para Tabiit Tabi’in sampai zaman sekarang .

Imam Daruqutni mengatakan hadis yang paling shohih dalam keutamaan surat adalah hadis yang menjelaskan keutamaan surat Al Ikhlas dan hadis yang paling shohih dalam keutamaan sholat adalah hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih.

Demikian juga Syekh Muhammad Mubarokfuri mengatakan bahwa hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih tidak sampai turun pada derajat hadis hasan.

b. Sedangkan pakar hadis yang mengatakan bahwa hadis ini dhoif adalah Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Mizzi, Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnu Qudamah dan Imam Syaukani, sehingga dalam madzhab Hambali dijelaskan bahwa barang siapa yang melakukan sholat tasbih hukumnya adalah makruh akan tetapi seandainya ada orang yang melaksanakan sholat tersebut tidak apa-apa, karena perbuatan yang sunnah tidak harus dengan menggunakan dalil hadis yang shohih, namun pada akhirnya Imam Ahmad menarik fatwanya dengan mengatakan bahwa sholat tasbih adalah merupakan sesuatu amalan yang sunnah.

c. Adapun pernyataan Imam Ibnu Jauzi yang memasukkan hadis ini dalam kategori hadis maudlu’ mendapat banyak kritikan dari pakar hadis, mereka menganggap bahwa Ibnu Jauzi terlalu mempermudah dalam menghukumi suatu hadis sehingga hukum hadis yang sebetulnya shohih ataupun hasan kalau tidak sesuai dengan syarat yang beliau tetapkan langsung dilempar dalam hukum maudlu’.

Dari kajiaan sanad yang telah dilakukan oleh pakar hadis dapat disimpulkan bahwa hadis ini adalah hasan atau shohih karena banyaknya jalan periwayatan dan tidak adanya cacat, adapun yang mengatakan bahwa hadis ini adalah dloif karena hanya melihat satu jalan periwayatan saja dan tidak menggabungkan jalan periwayatan yang satu dengan yang lain, adapun pendapat Ibnu Jauzi tidak bersandarkan pada dalil yang kuat sehingga lemah untuk bisa diterima sebagai sandaran hukum.

Adapun cara kita melakukan sholat tasbih sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab fikih ada dua cara, yaitu sebagaimana berikut:

1. Melakukan sholat tasbih sebanyak empat rakaat, dimulai dengan takbir ikhrom setelah itu

membaca doa istiftah kemudian membaca surat alfatihah dan membaca surat kemudian membaca:
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 15 kali kemudian ruku’ dengan membaca
سبحان ربي العظيم وبحمده
Sebanyak 3 kali kemudian membaca
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku membaca:

ربنا لك الحمد حمدا طيبا كثيرا مباركا ....الج

Kemudian membaca

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Demikian juga dalam sujud dan ketika bangun dari sujud, akan tetapi diperhatikan bahwa bacaan ini:

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

.juga dibaca sebelum membaca tahiyyat ( tasyahud)

2. Setelah membaca takbir ikhrom dan doa iftitah membaca
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 15 kali kemudian membaca surat alfatihah dan surat kemudian membaca:

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 10 kali sebagaimana dalam cara yang pertama tadi, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam keadaan duduk istirahat (diantara dua sujud ) dan sebelum tasyahud tidak di anjurkan untuk membaca

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Cara yang kedua inilah menurut Iimam Ghozali yang paling baik. Demikianlah kajian hadis yang dapat kami sampaikan dalam kegiatan I’tikaf pada kali ini, semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam Bishowab.